Selasa, 13 Desember 2016

Lulung Masih Sama Tapi Fahri Berbeda


Sidang perdana atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah selesai digelar hari ini. Mari kita sama-sama bersyukur karena proses persidangan telah berjalan dengan lancar dan aman walaupun sempat ada aksi massa yang dilakukan di luar gedung pengadilan.
Dalam sidang pertama ini tadi Ahok membacakan nota keberatan atau nota pembelaannya. Ahok menjelaskan (lagi dan lagi) bahwa ia sama sekali tidak berniat untuk menistakan agama Islam sebagaimana yang telah dituduhkan kepadanya. Ahok menjelaskan bahwa ia memiliki banyak teman yang beragama Islam dan selain itu ia juga memiliki keluarga angkat muslim yang sangat dicintainya. Bahkan Ahok juga sudah melakukan banyak hal selama menjabat sebagai gubernur Jakarta khususnya untuk umat muslim. Sebut saja membangun masjid-masjid, menghajikan penjaga masjid/musholla dan penjaga makam serta menggaji guru-guru mengaji dan masih banyak hal lainnya.
Lulung Masih Sama
Melalui media berita online Kompas siang ini, aku sungguh tidak tahan untuk tidak berkomentar menanggapi apa yang disampaikan wakil ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lulung Lunggana. Awalnya aku tidak ingin membahasnya karena aku tahu yang keluar dari mulut orang ini pasti tidak jauh-jauh dari bantargebang tapi apa daya ku’tak kuasa untuk tidak menuliskan isi hati.
Lulung menyebut Ahok hanyalah berakting atau pura-pura ketika membacakan nota pembelaannya. Sama sekali tidak mengherankan dengan pernyataannya tersebut mengingat Lulung yang selalu berkoar-koar menuntut agar Ahok ditangkap.  Jujur darahku mendidih setelah membaca pernyataannya (tapi kepala harus tetap dingin). Aku sempat mengikuti jalannya persidangan melalui salah satu televisi nasional. Aku bisa melihat dan merasakan bahwa apa yang Ahok sampaikan sama sekali bukan akting tapi murni sebuah ketulusan hati yang keluar dari lubuk hatinya yang paling dalam. Hatiku bergetar dan sedih melihat perlakuan segelintir orang yang tidak adil terhadap salah satu putra terbaik bangsa Indonesia saat ini.
Salah satu pernyataan Lulung; “Ha-ha-ha, akting nangis dia. Masa bapaknya dibawa-bawa, Gus Dur dibawa-bawa, itu mah akting namanya.” Sama sekali tidak ada yang lucu di sini tapi Lulung masih bisa tertawa seolah-olah ini pertunjukan srimulat. Mungkin tingkat kewarasan orang ini perlu dipertanyakan (lagi). Hal ini merupakan perkara yang sangat serius dan hasil akhir dari persidangan tersebut akan turut menjadi pembelajaran bangsa ini kedepannya apakah keadilan sudah kalah dengan ketidakwarasan.
Lulung sangat salah besar dengan komentarnya tersebut. Menurutku Ahok sama sekali tidak bisa akting atau pura-pura. Hal itu bisa kita lihat dari pernyataannya selama ini yang selalu ceplas-ceplos dan  apa adanya. Jarang sekali bahkan tidak pernah aku melihat Ahok berucap kata-kata manis dengan kalimat yang terkesan terlalu dirangkai dan dibuat-buat seperti si mantan dengan beberapa albumnya. Ahok tidak akan segan-segan mengeluarkan kata-kata kasar kepada oknum-oknum yang suka mencuri uang rakyat atau kepada pejabat yang tidak melayani warga dengan baik.
Aku mengerti bahwa Lulung sebagai orang yang selalu berseberangan dengan Ahok memang tidak akan pernah menggunakan hati kecilnya apalagi jika berurusan dengan yang namanya Ahok. Pintu hatinya seperti telah tertutup rapat. Air mata Ahok pun mungkin dianggap hanya sebatas air mata buaya. Itulah namanya lawan yang selalu berpikiran bagaimana supaya Ahok cepat ditangkap dan dipenjara.
Hati mana yang tidak tersentuh bahkan ikut menangis saat melihat dan mendengar Ahok menyampaikan nota keberatannya atas kasus yang ditimpakan kepadanya dengan suara yang bergetar. Beberapa kali ia mengusap air matanya. Ia tak kuasa menahan tangis ketika ia diadili karena sesuatu yang tidak akan mungkin pernah dilakukannya. Ia sangat mencintai Islam walaupun ia non-muslim. Sudah banyak sekali yang Ahok lakukan tapi Lulung tidak akan pernah mau mengakui itu karena akar kebencian yang tertanam kuat dalam dirinya. Semua orang pasti bisa melihat ketulusan Ahok jika benar-benar membuka hati dan menggunakan akal sehat.
Mengenai pernyataan Lulung tersebut bisa dibaca di sini.
Fahri Berbeda
Kali ini aku harus setuju dengan Fahri Hamzah yang meyakini sikap Ahok tulus saat menyampaikan nota keberatannya. “Kalau saya jadi Ahok, saya juga nangis,” kata Fahri. Berbeda dengan Lulung maka aku cukup heran dengan pernyataan Fahri kali ini. Tak biasanya. Fahri mengatakan bahwa akting hanya dilakukan oleh orang dengan tingkat pengendalian diri yang tinggi sementara Ahok bukan seperti itu. Inilah yang sudah aku sebutkan juga tadi di atas bahwa Ahok lebih suka ceplas-ceplos dalam berbicara. Isi hatinya bisa ditumpahkan begitu saja tanpa harus diseleksi jadi sangat tidak tepat kalau ia disebut akting.
“Saya bisa mengerti orang seganas Ahok bisa menangis. Karena soal hati ini kan. Memang ada yang menggoncang sendi keyakinan dia. Pasal penistaan agama itu bukan soal hukum, tapi soal keyakinan. Beda dengan korupsi atau kasus umum”. Mungkinkah Fahri sudah membuka hatinya dan menyadari secara terbuka bahwa Ahok tidak bersalah dalam kasus ini? Tentu kita belum lupa bahwa sebulan yang lalu saat aksi 411 Fahri juga terlibat di sana yang notabene adalah tuntutan agar Ahok dijadikan tersangka. Fahri juga sebelumnya pernah mengusulkan kepada KPU agar membuat formulir standar kepada calon independen yang ingin maju pilkada sehingga formulir data KTP di seluruh Indonesia memiliki format yang sama. Usulan itu Fahri utarakan saat teman Ahok hampir berhasil mengumpulkan 1 juta KTP. Hal ini juga lah yang sempat Ahok sebut sebagai usaha untuk menjegalnya maju pilkada DKI. Baca di sini.
Tidak jelas mengapa pernyataan Fahri kali ini cukup adem untuk dibaca. Mungkinkah dia tak ingin sependapat dengan Lulung atau mungkinkah dia lelah dengan ketidakwarasan ini?
Mengenai pernyataan Fahri tersebut bisa dibaca di sini.
Tentu semua orang bebas untuk menginterpretasikan pernyataan-pernyataan Ahok dalam pembacaan nota keberatan dalam persidangan hari ini, apakah itu ketulusan seperti keyakinan Fahri atau hanya akting seperti keyakinan Lulung.
Tapi aku pribadi sangat merasakan dan meyakini kalau itu murni ketulusan. Sangat tidak setuju jika ia disebut penista agama karena sama sekali tidak ada celah jika dilihat dari apa yang Ahok lakukan selama ini. Tekanan demi tekanan semoga membuat Ahok semakin kuat dan tegar. Dan Ahok harus selalu yakin bahwa jauh lebih banyak yang cerdas dan waras yang berpihak dan mendoakannya daripada mengharapkannya masuk penjara.
Salam Ketulusan.
SEKIAN.
Bagi pembaca Seword.com yang tadi tidak sempat mengikuti, berikut ini saya kutip beberapa kalimat dari nota keberatan yang dibacakan Ahok pada persidangan tadi;
Dalam kehidupan pribadi, saya banyak berinteraksi dengan teman-teman saya yang beragama Islam, termasuk dengan keluarga angkat saya Almarhum Haji Andi Baso Amier yang merupakan keluarga muslim yang taat.
Selain belajar dari keluarga angkat saya, saya juga belajar dari guru-guru saya, yang taat beragama Islam dari kelas 1 SD Negeri, sampai dengan kelas 3 SMP Negeri. Sehingga sejak kecil sampai saat sekarang, saya tahu harus menghormati Ayat-Ayat suci Alquran.
Jadi saya tidak habis pikir, mengapa saya bisa dituduh sebagai penista Agama Islam. Ayah saya dengan ayah angkat saya, bersumpah untuk menjadi saudara sampai akhir hayatnya. Kecintaan kedua orangtua angkat saya kepada saya, sangat berbekas, pada diri saya, sampai dengan hari ini.
Bahkan uang pertama masuk kuliah S2 saya di Prasetya Mulya, dibayar oleh kakak angkat saya, Haji Analta Amir.
Saya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih, apabila saya tidak menghargai agama dan kitab suci orang tua dan kakak angkat saya yang Islamnya sangat taat.
Saya sangat sedih, saya dituduh menista agama Islam, karena tuduhan Itu, sama saja dengan mengatakan saya menista orang tua angkat dan saudara-saudara angkat saya sendiri, yang sangat saya sayangi, dan juga sangat sayang kepada saya. Itu sebabnya ketika Ibu angkat saya meninggal, saya ikut seperti anak kandung, mengantar dan mengangkat keranda beliau, dari ambulans sampai ke pinggir liang lahat, tempat peristirahatan terakhirnya, di Taman Pemakaman umum Karet Bivak.”

(dicopy dari tulisan saya di Seword.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentar sesuai dengan isi tulisan. Ngawur sedikit tidak masalah.