Selasa, 13 Desember 2016

Lulung Masih Sama Tapi Fahri Berbeda


Sidang perdana atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah selesai digelar hari ini. Mari kita sama-sama bersyukur karena proses persidangan telah berjalan dengan lancar dan aman walaupun sempat ada aksi massa yang dilakukan di luar gedung pengadilan.
Dalam sidang pertama ini tadi Ahok membacakan nota keberatan atau nota pembelaannya. Ahok menjelaskan (lagi dan lagi) bahwa ia sama sekali tidak berniat untuk menistakan agama Islam sebagaimana yang telah dituduhkan kepadanya. Ahok menjelaskan bahwa ia memiliki banyak teman yang beragama Islam dan selain itu ia juga memiliki keluarga angkat muslim yang sangat dicintainya. Bahkan Ahok juga sudah melakukan banyak hal selama menjabat sebagai gubernur Jakarta khususnya untuk umat muslim. Sebut saja membangun masjid-masjid, menghajikan penjaga masjid/musholla dan penjaga makam serta menggaji guru-guru mengaji dan masih banyak hal lainnya.
Lulung Masih Sama
Melalui media berita online Kompas siang ini, aku sungguh tidak tahan untuk tidak berkomentar menanggapi apa yang disampaikan wakil ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lulung Lunggana. Awalnya aku tidak ingin membahasnya karena aku tahu yang keluar dari mulut orang ini pasti tidak jauh-jauh dari bantargebang tapi apa daya ku’tak kuasa untuk tidak menuliskan isi hati.
Lulung menyebut Ahok hanyalah berakting atau pura-pura ketika membacakan nota pembelaannya. Sama sekali tidak mengherankan dengan pernyataannya tersebut mengingat Lulung yang selalu berkoar-koar menuntut agar Ahok ditangkap.  Jujur darahku mendidih setelah membaca pernyataannya (tapi kepala harus tetap dingin). Aku sempat mengikuti jalannya persidangan melalui salah satu televisi nasional. Aku bisa melihat dan merasakan bahwa apa yang Ahok sampaikan sama sekali bukan akting tapi murni sebuah ketulusan hati yang keluar dari lubuk hatinya yang paling dalam. Hatiku bergetar dan sedih melihat perlakuan segelintir orang yang tidak adil terhadap salah satu putra terbaik bangsa Indonesia saat ini.
Salah satu pernyataan Lulung; “Ha-ha-ha, akting nangis dia. Masa bapaknya dibawa-bawa, Gus Dur dibawa-bawa, itu mah akting namanya.” Sama sekali tidak ada yang lucu di sini tapi Lulung masih bisa tertawa seolah-olah ini pertunjukan srimulat. Mungkin tingkat kewarasan orang ini perlu dipertanyakan (lagi). Hal ini merupakan perkara yang sangat serius dan hasil akhir dari persidangan tersebut akan turut menjadi pembelajaran bangsa ini kedepannya apakah keadilan sudah kalah dengan ketidakwarasan.
Lulung sangat salah besar dengan komentarnya tersebut. Menurutku Ahok sama sekali tidak bisa akting atau pura-pura. Hal itu bisa kita lihat dari pernyataannya selama ini yang selalu ceplas-ceplos dan  apa adanya. Jarang sekali bahkan tidak pernah aku melihat Ahok berucap kata-kata manis dengan kalimat yang terkesan terlalu dirangkai dan dibuat-buat seperti si mantan dengan beberapa albumnya. Ahok tidak akan segan-segan mengeluarkan kata-kata kasar kepada oknum-oknum yang suka mencuri uang rakyat atau kepada pejabat yang tidak melayani warga dengan baik.
Aku mengerti bahwa Lulung sebagai orang yang selalu berseberangan dengan Ahok memang tidak akan pernah menggunakan hati kecilnya apalagi jika berurusan dengan yang namanya Ahok. Pintu hatinya seperti telah tertutup rapat. Air mata Ahok pun mungkin dianggap hanya sebatas air mata buaya. Itulah namanya lawan yang selalu berpikiran bagaimana supaya Ahok cepat ditangkap dan dipenjara.
Hati mana yang tidak tersentuh bahkan ikut menangis saat melihat dan mendengar Ahok menyampaikan nota keberatannya atas kasus yang ditimpakan kepadanya dengan suara yang bergetar. Beberapa kali ia mengusap air matanya. Ia tak kuasa menahan tangis ketika ia diadili karena sesuatu yang tidak akan mungkin pernah dilakukannya. Ia sangat mencintai Islam walaupun ia non-muslim. Sudah banyak sekali yang Ahok lakukan tapi Lulung tidak akan pernah mau mengakui itu karena akar kebencian yang tertanam kuat dalam dirinya. Semua orang pasti bisa melihat ketulusan Ahok jika benar-benar membuka hati dan menggunakan akal sehat.
Mengenai pernyataan Lulung tersebut bisa dibaca di sini.
Fahri Berbeda
Kali ini aku harus setuju dengan Fahri Hamzah yang meyakini sikap Ahok tulus saat menyampaikan nota keberatannya. “Kalau saya jadi Ahok, saya juga nangis,” kata Fahri. Berbeda dengan Lulung maka aku cukup heran dengan pernyataan Fahri kali ini. Tak biasanya. Fahri mengatakan bahwa akting hanya dilakukan oleh orang dengan tingkat pengendalian diri yang tinggi sementara Ahok bukan seperti itu. Inilah yang sudah aku sebutkan juga tadi di atas bahwa Ahok lebih suka ceplas-ceplos dalam berbicara. Isi hatinya bisa ditumpahkan begitu saja tanpa harus diseleksi jadi sangat tidak tepat kalau ia disebut akting.
“Saya bisa mengerti orang seganas Ahok bisa menangis. Karena soal hati ini kan. Memang ada yang menggoncang sendi keyakinan dia. Pasal penistaan agama itu bukan soal hukum, tapi soal keyakinan. Beda dengan korupsi atau kasus umum”. Mungkinkah Fahri sudah membuka hatinya dan menyadari secara terbuka bahwa Ahok tidak bersalah dalam kasus ini? Tentu kita belum lupa bahwa sebulan yang lalu saat aksi 411 Fahri juga terlibat di sana yang notabene adalah tuntutan agar Ahok dijadikan tersangka. Fahri juga sebelumnya pernah mengusulkan kepada KPU agar membuat formulir standar kepada calon independen yang ingin maju pilkada sehingga formulir data KTP di seluruh Indonesia memiliki format yang sama. Usulan itu Fahri utarakan saat teman Ahok hampir berhasil mengumpulkan 1 juta KTP. Hal ini juga lah yang sempat Ahok sebut sebagai usaha untuk menjegalnya maju pilkada DKI. Baca di sini.
Tidak jelas mengapa pernyataan Fahri kali ini cukup adem untuk dibaca. Mungkinkah dia tak ingin sependapat dengan Lulung atau mungkinkah dia lelah dengan ketidakwarasan ini?
Mengenai pernyataan Fahri tersebut bisa dibaca di sini.
Tentu semua orang bebas untuk menginterpretasikan pernyataan-pernyataan Ahok dalam pembacaan nota keberatan dalam persidangan hari ini, apakah itu ketulusan seperti keyakinan Fahri atau hanya akting seperti keyakinan Lulung.
Tapi aku pribadi sangat merasakan dan meyakini kalau itu murni ketulusan. Sangat tidak setuju jika ia disebut penista agama karena sama sekali tidak ada celah jika dilihat dari apa yang Ahok lakukan selama ini. Tekanan demi tekanan semoga membuat Ahok semakin kuat dan tegar. Dan Ahok harus selalu yakin bahwa jauh lebih banyak yang cerdas dan waras yang berpihak dan mendoakannya daripada mengharapkannya masuk penjara.
Salam Ketulusan.
SEKIAN.
Bagi pembaca Seword.com yang tadi tidak sempat mengikuti, berikut ini saya kutip beberapa kalimat dari nota keberatan yang dibacakan Ahok pada persidangan tadi;
Dalam kehidupan pribadi, saya banyak berinteraksi dengan teman-teman saya yang beragama Islam, termasuk dengan keluarga angkat saya Almarhum Haji Andi Baso Amier yang merupakan keluarga muslim yang taat.
Selain belajar dari keluarga angkat saya, saya juga belajar dari guru-guru saya, yang taat beragama Islam dari kelas 1 SD Negeri, sampai dengan kelas 3 SMP Negeri. Sehingga sejak kecil sampai saat sekarang, saya tahu harus menghormati Ayat-Ayat suci Alquran.
Jadi saya tidak habis pikir, mengapa saya bisa dituduh sebagai penista Agama Islam. Ayah saya dengan ayah angkat saya, bersumpah untuk menjadi saudara sampai akhir hayatnya. Kecintaan kedua orangtua angkat saya kepada saya, sangat berbekas, pada diri saya, sampai dengan hari ini.
Bahkan uang pertama masuk kuliah S2 saya di Prasetya Mulya, dibayar oleh kakak angkat saya, Haji Analta Amir.
Saya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih, apabila saya tidak menghargai agama dan kitab suci orang tua dan kakak angkat saya yang Islamnya sangat taat.
Saya sangat sedih, saya dituduh menista agama Islam, karena tuduhan Itu, sama saja dengan mengatakan saya menista orang tua angkat dan saudara-saudara angkat saya sendiri, yang sangat saya sayangi, dan juga sangat sayang kepada saya. Itu sebabnya ketika Ibu angkat saya meninggal, saya ikut seperti anak kandung, mengantar dan mengangkat keranda beliau, dari ambulans sampai ke pinggir liang lahat, tempat peristirahatan terakhirnya, di Taman Pemakaman umum Karet Bivak.”

(dicopy dari tulisan saya di Seword.com)

Senin, 12 Desember 2016

Perkara Kecil Yang Mengajarkan Banyak Hal-Terimakasih Pak Aher


Yang terhormat Bapak Aher,
Terimakasih sudah mengingatkan kami bahwa pembubaran paksa acara ibadah KKR di Sabuga Bandung hanyalah perkara kecil. Tidak apa-apa. Mungkin bapak menganggap ibadah mereka itu hanya main-main. Atau mungkinkah karena ketidakpedulian sehingga membuat mulut bapak begitu mudahnya berucap seperti itu? Tolong bantu kami memahaminya, pak.
Kalau saja bapak ada di depanku sekarang, aku pasti akan menanyakan hal itu. Sebenarnya bapak melihat masalah ini dari perspektif yang mana. Tapi walaupun kejadian itu hanya perkara yang kecil, aku tetap menganggapnya sebagai sesuatu yang serius karena artinya kebebasan dan ketenangan dalam beragama masih jauh dari harapan. Hal itu disebabkan oleh masih adanya segelintir orang atau ormas (atau apalah sebutannya) yang suka meresahkan masyarakat. Bukankah kita sebagai saudara sebangsa dan setanah air seharusnya saling menjaga satu sama lain? Bukan saling mengganggu. Dan itu juga merupakan pesan dari tokoh-tokoh pendahulu bangsa ini.
Jujur kami pasti marah dan kecewa atas kejadian itu. Teganya mereka berbuat semena-mena terhadap saudara-saudara kita di sana. Mereka sedang beribadah kan pak, bukan tawuran sehingga perlu dibubarkan secara paksa. Pembubaran itu seharusnya tidak terjadi. Ibadahnya pun ibadah Natal yang hanya dilakukan pada bulan Desember saja. Gedung itu juga sudah pernah dipakai sebagai tempat ibadah pada tahun-tahun sebelumnya dan mengapa tahun ini baru dipermasalahkan? Apa yang mereka lakukan itu jahat, pak.
Kami memang sudah biasa dicaci-maki pak, disebut kafir, diperlakukan tidak adil, dipaksa bubar saat ibadah bahkan dibom juga pernah belum lama ini. Atau mungkin bapak menganggapnya sebagai perkara kecil karena dibom saja sudah pernah jadi kalau dibubarin maka hanyalah perkara kecil. Ada benarnya juga ya pak.
Tapi kami juga tidak biasa marah lama-lama pak. Sebentar saja cukup. Kami akan tetap bersyukur dan bersukacita karena bagi kami cukup untuk mendoakan para pelaku agar mereka lebih dewasa lagi dalam memahami arti persaudaraan.
Kejadian itu sama sekali tidak akan membuat kami jatuh, sebaliknya malah menguatkan satu sama lain.
Dan kami juga tidak perlu lah mengajak jemaat seIndonesia untuk berkumpul di Monas untuk beribadah sebagai aksi 2512. Hehe
Bapak Aher yang terhormat, sekali lagi kami mengucapkan terimakasih atas pernyataan bapak tersebut. Karena melalui perkara kecil itu kami jadi lebih mengerti apa artinya ditolak sehingga kami tidak akan menghalangi.
Karena perkara kecil itu kami jadi lebih mengerti apa artinya ketidakadilan sehingga kami akan berlaku lebih adil lagi kepada semua orang.
Karena perkara kecil itu kami semakin mengerti apa artinya disakiti sehingga kami akan lebih mengasihi.
Karena perkara kecil itu kami semakin mengerti arti dari keresahan sehingga kami akan menyebarkan ketenangan.
Yang terakhir, pesan kami untuk bapak tolonglah diperiksa semua ormas yang ada di Jawa Barat, apakah tujuan mereka jelas atau tidak. Berdampak positif bagi masyarakat atau tidak. Kalau kerjaan mereka hanya meresahkan masyarakat, tolong dibubarkan saja ya pak. Itu pun kalau bapak berani (sebenarnya aku tidak yakin). Atau bapak bisa minta tolong Aa Gym untuk mengajari mereka mengenai akhlak. Hehe
Salam damai pak.
SEKIAN.

(dicopy dari artikel saya di Seword.com)

Drama Penjegalan Terhadap Ahok Masih Berlanjut


Sepertinya drama penjegalan terhadap Ahok ini masih jauh dari kata berakhir. Kenapa aku sebut drama karena semua memang terkesan seperti setting-an belaka. Dan layaknya sebuah pementasan, drama itu sudah pasti dilengkapi dengan semua elemen-elemen pendukung yang dibutuhkan. Sebut saja penulis skenario, sutradara, pembantu sutradara, aktor, seksi konsumsi, produser (yang mengeluarkan dana), dan yang lainnya.
Tapi dalam drama penjegalan ini aku tidak ingin berandai-andai tentang siapa saja yang terlibat di dalamnya. Yang jelas bila kita ikuti alur ceritanya memang bak drama yang jelas bertujuan untuk menghentikan langkah Ahok di pilgub DKI 2017 atau ,jika tidak bisa dihentikan, setidaknya untuk melunturkan kepercayaan masyarakat (dalam hal ini mungkin pemilih-pemilih yang bersumbu pendek saja) dan mencoba untuk menguras energi Ahok. Di sini maksudnya dengan banyaknya tuntutan maka Ahok mau tidak mau harus mengikuti proses hukum yang berjalan.
Dugaan korupsi yang dituduhkan kepada Ahok melalui kasus Sumber Waras nyatanya tidak berhasil. Kasus ini memang populer jauh sebelum masa penetapan calon gubernur dimulai. Tapi itu sudah merupakan bagian dari permulaan. Ahok adalah pejabat yang benar-benar terbuka untuk urusan isi rekeningnya. Mottonya yang dikenal dengan BTP atau bersih, transparan dan peduli bukan hanya sekedar tertulis tapi benar-benar dilakukannya. Transparansi yang dilakukan Ahok adalah bentuk perlawanan dan teguran secara tidak langsung kepada pejabat-pejabat yang masih suka bermain dengan uang rakyat. Dalam hal ini Ahok berhasil menjadi role model walau belum banyak yang menirunya.
Kemudian si penulis skenario kembali menemukan ide setelah terinspirasi dari ucapan Ahok di Kepulauan Seribu. Berawal dari postingan Buni Yani yang menghilangkan kata “pakai”, maka berkembang lah hal tersebut menjadi penistaan agama. Ahok dituduh telah menistakan agama Islam. Kasus Al Maidah 51 ini benar-benar mereka manfaatkan sebagai pintu gerbang untuk melanjutkan drama yang sempat terhenti. Tuntutan demi tuntutan pun mereka lancarkan. Episode aksi damai 411 dan aksi damai 212 juga tercipta karena kasus itu. Kedua momentum besar yang telah mampu mengumpulkan umat Muslim dari berbagai penjuru untuk berkumpul di Jakarta. Bahkan ada juga di beberapa daerah lain di luar Jakarta yang melakukan hal yang sama yaitu menuntut agar Ahok dijadikan tersangka (411) kemudian tuntutan agar Ahok ditangkap karena telah menjadi tersangka (212). Teman-teman penulis Seword.com sudah sangat banyak menuliskan pemikirannya mengenai aksi-aksi itu. Silahkan dibaca jika belum.
Penjegalan yang terbaru adalah gugatan kepada Ahok yang dituntut untuk membayar miliaran rupiah karena menurut pelapor pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu telah menyebabkan kerugian secara materil dan immaterial. Hitung-hitungan mengenai angka miliaran rupiah munculnya dari mana, hanya mereka yang tahu. Dana sebesar itu akan mereka gunakan untuk membangun masjid dan sebagai anggaran untuk perjuangan kedepannya. Mereka ini sepertinya kepedean. Yakin sekali akan memenangkan gugatan itu. Tujuannya juga memang terkesan sangat mulia. Tapi apa iya hanya sebatas itu? Aku tidak yakin. Berikan sajalah kesempatan kepada Ahok untuk memimpin dan yakinlah pasti akan ada masjid-masjid lain yang akan dibangunnya, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. Niat membangun tempat suci tidak perlu dengan uang kotor seperti itu. (untuk urusan hukum gugat menggugat biar teman-teman penulis lain yang akan membahasnya karena aku tidak paham hukum)
Kembali lagi bahwa tuntutan itu merupakan bagian dari skenario yang mereka ciptakan untuk menghentikan langkah Ahok. Ini bukan lagi urusan agama tapi murni politik kotor yang sengaja mengangkat setiap permasalahan dengar mengatasnamakan agama. Mereka berusaha untuk memanfaatkan kesempatan ini karena masih banyak kaum sumbu pendek yang mudah sekali diarahkan, yang asal ikut-ikutan saja tanpa mengerti sebenarnya mereka melakukan apa. Aku sangat yakin kalau teman-teman pembaca Seword.com semua adalah orang-orang yang cerdas dan mampu berpikir positif dalam memahami persoalan yang terjadi. Jadi ini merupakan tugas kita bersama untuk saling mengingatkan satu sama lain, dengan cara kita masing-masing, agar selalu memberikan pemahaman yang baik kepada mereka yang mudah sekali tersulut. Perbedaan pendapat itu tidak salah tapi pendapat juga tidak selalu benar. Marilah kita mengedepankan komunikasi yang baik untuk terciptanya kerukunan bersama, sebangsa dan setanah air Indonesia.
Bagaimana kelanjutan drama penjegalan terhadap Ahok ini kedepannya masih dalam tanda tanya besar. Tapi satu hal yang harus selalu kita yakini bahwa kebenaran akan selalu menang. Kemunafikan dan kebobrokan akan mati dengan sendirinya. Seperti kata mamak-mamak di kampungku, “anak mudanya pasti selalu menang” (korban sinetron dan film India).
Ya begitulah.
Salam damai.
SEKIAN.
(dicopy dari artikel saya di Seword.com)

Selasa, 06 Desember 2016

Dana Desa: Untuk Apa atau Siapa?

                                    


Ungkapan Presiden Jokowi tentang pembangunan yang dimulai dari pinggiran dan desa-desa bukanlah sekedar ungkapan atau janji-janji belaka. Keseriusan itu bisa kita lihat bahkan sebagian besar masyarakat sudah merasakan dampaknya secara langsung. Dari daerah pinggiran, jalan-jalan baru mulai dibuka sehingga akses masyarakat jauh lebih mudah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Tapi fokus kita di tulisan ini hanya mengenai desa. Jumlah desa di Indonesia saat ini adalah sekitar 74 ribu desa. Angka yang sangat besar. Itulah mengapa negeri ini sangat kaya akan budaya, adat istiadat dan bahasa. Kita tentu harus berbangga hati dan berterimakasih kepada tokoh-tokoh pendahulu karena dengan jumlah sebesar itu kita bisa berdiri menyatakan satu kesatuan bangsa yang besar yaitu bangsa Indonesia.
Jadi janji apa yang telah ditepati oleh Presiden Jokowi untuk desa-desa? Yaitu besarnya jumlah dana desa yang meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2015 dana desa yang disalurkan sebesar Rp 20,7 T, tahun 2016 meningkat menjadi Rp 46,9 T. Kabarnya tahun depan akan kembali meningkat menjadi Rp 60 T dan tahun 2018, sesuai permintaan Presiden, akan kembali dinaikkan menjadi Rp 120 T.
Dari angka-angka tersebut sudah bisa dipastikan bahwa pemerintah sangat serius untuk membangunan bangsa ini secara berkelanjutan, bukan sekedar janji-janji kampanye, yang penting kamu pilih saya.

Dana desa merupakan salah satu program pemerintah untuk pembangunan daerah dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan daerah itu seperti jalan, jembatan, irigasi, sarana air bersih seperti embung (penampungan air hujan yang digunakan pada saat musim kemarau untuk tujuan irigasi dan air bersih), waduk dan lain-lain. Pembangunan embung dan waduk ini merupakan suatu keharusan untuk beberapa desa karena sangat rawan kekeringan pada saat musim kemarau. Kita tentu tidak ingin lagi melihat ada warga desa yang kesulitan mendapatkan air bersih atau bahkan sampai membeli dengan harga yang mahal.
Intinya Presiden Jokowi menginginkan dana desa benar-benar dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Desa juga haruslah pintar dan bijaksana dalam mengelola keuangannya karena selain pembangunan, dana desa juga bisa dimanfaatkan untuk memperkuat perekonomian. Misalnya dengan membuat sistem pertanian dengan pengelolaan secara bersama-sama atau budidaya ikan.
Program tersebut tentunya bukanlah sebuah sulap yang bisa mengubah sesuatu dalam sekejap tapi membutuhkan proses. Jika dana desa dipergunakan dengan baik maka 5 atau 10 tahun lagi kita seharusnya akan melihat kemajuan desa-desa dalam hal ini Indonesia secara keseluruhan. Sehingga orang-orang yang di desa tidak lagi harus ke kota untuk mencari pekerjaan tapi bisa sukses di kampung sendiri.
Penyimpangan Dana Desa
Inilah salah satu kelemahan banyak pejabat di negeri ini (tidak semua). Yaitu keinginan untuk memasukkan duit rakyat ke kantong pribadi alias korupsi masih sangat besar. Bagaimana mungkin warga tidak marah jika pembangunan yang mereka terima dan lihat tidak maksimal padahal dana yang dikucurkan oleh pemerintah pusat cukup besar?
KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerima banyak sekali laporan terkait penyelewengan dana desa. Berdasarkan data KPK, selama 2016, sudah diproses 15 gubernur dan 65 bupati terkait masalah tersebut. Dari situ kita bisa melihat bahwa masih banyak pelayan masyarakat yang tidak tulus dalam melayani. Jadi kesimpulannya menjadi pejabat bukanlah perkara yang mudah tapi diperlukan integritas dan mental yang kuat agar tidak kelaparan ketika melihat uang rakyat (dari sudut pandang saya melihat fenomena yang terjadi).
Presiden Jokowi juga sudah menegaskan sekaligus mengancam pihak-pihak terkait supaya tidak bermain dengan dana desa sehingga pembangunan seutuhnya semakin cepat terlaksana.
Akhir kata, saya sebagai anak desa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Jokowi yang telah memberikan perhatian yang sangat besar kepada desa saya (dan desa-desa yang lain). Semoga program yang sudah dijalankan ini benar-benar merata dan berdampak positif bagi pembangunan bangsa Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang.
Salam hormat, dari anak desa.
SEKIAN.

(dicopy dari artikel saya di Seword.com)

Sabtu, 03 Desember 2016

Ahmad Dhani - Politik dan Musik

Harus kuakui kalau kemampuan Ahmad Dhani dalam urusan musik sudah tidak diragukan lagi. Karya-karyanya sering menjadi top hits bahkan lagu lamanya pun masih banyak yang tahu sampai saat ini. Sebut saja Pupus, Kangen, Risalah Hati dan lainnya.

Kepiawaiannya merajut melodi-melodi menjadi irama yang indah membuatku ingin mengangkat topi untuknya. Sangat layak disebut sebagai salah satu musisi berbakat dan papan atas di negeri ini.
Tapi tidak untuk urusan politik. Ahmad Dhani sama sekali tidak sepiawai saat dia menciptakan lagu atau bermain musik. Dia sepertinya belum siap untuk menjadi politikus malah cenderung provokator. Aku dan pembaca seword.com tentu belum lupa dengan ucapannya saat orasi 411 yang kemudian membuatnya dilaporkan ke polisi.

Keputusannya untuk terjun ke dunia politik pun menurutku tidak tepat. Bagaimana tidak saat negeri ini masih kekurangan musisi berkualitas, saat itu pula Ahmad Dhani menyatakan dirinya sah terjun ke dunia politik.

Memang hal itu tidak serta merta menjadikannya lepas dari dunia musik karena belum tentu terpilih juga di pilkada tersebut. Tapi setidaknya akan sangat mengurangi waktunya untuk menelurkan karya-karya baru bersama republik cintanya.

Lika-liku perpolitikan Ahmad Dhani dimulai saat dia menjadi tim sukses untuk memenangkan salah satu calon presiden. Kemudian namanya dikait-kaitnya untuk maju menjadi calon gubernur DKI. Gagal. "Karena harus punya modal besar untuk menjadi cagub DKI", begitu kata Ahmad Dhani.
Dia juga sangat vocal menunjukkan ketidaksukaannya kepada Ahok dan juga pemerintahan saat ini. Dan beberapa kali mengucapkan "asal bukan Ahok". Ini kan ucapan politikus abal-abal. Kalau politikus sejati pasti akan mengatakan "siapa pun tidak apa-apa yang penting bagus".

Kemudian Ahmad Dhani maju menjadi calon wakil bupati Bekasi yang diusung oleh PKS dan Gerindra. Terakhir, yang tak kalah heboh, adalah saat subuh sebelum momen aksi damai 212 Ahmad Dhani ditangkap oleh polisi di salah satu hotel di kawasan Sudirman karena tuduhan berniat mengajak dan menghasut untuk menggulingkan pemerintahan yang sah atau bahasa kerennya, makar (sumber dari Polri).

Saat itu aku sangat menantikan kira-kira apa yang  akan dilakukan oleh Ahmad Dhani (juga kawan-kawannya yang ikut ditangkap) saat aksi damai 212. Tapi apa boleh dikata, Polri mengagetkan banyak pihak dengan menangkap Ahmad Dhani bahkan saat aksi damai belum dimulai.
Sehingga aku pun setuju bahwa damainya aksi damai 212 yang lalu karena Ahmad Dhani beserta yang lainnya terlebih dulu diamankan oleh polisi. Provokator di lapangan menjadi sepi. Apalagi Habib Riziq yang kehilangan tajinya. Kasus ini pun menjadikannya sebagai tersangka dan tentu kita penasaran kelanjutannya seperti apa karena hukuman untuk pelaku makar cukup serius.

Akhir kata, sebagai salah satu penikmat musik Dewa 19, aku dan mungkin penggemar yang lain "satu hati" ingin bilang bahwa kami "kangen" Ahmad Dhani yang dulu yang "separuh nafasnya" hidup untuk kemajuan musik Indonesia bukan berpolitik seperti sekarang ini. Janganlah "larut" dalam dunia yang mungkin tak akan membesarkan namamu seperti di dunia musik. Ikutilah arah "angin" dan "suara alam" yang sesungguhnya. Jangan sampai "pupus" di tengah jalan.

Salam melodi yang indah.

SEKIAN.

(dicopy dari artikel saya di Seword.com)

 

Selasa, 29 November 2016

Seandainya Aku Ber-KTP DKI




Tepat pukul 07.00 pagi kereta api ekonomi jurusan Rangkasbitung-Angke berangkat dari stasiun Parung Panjang. Seperti biasa aku dan istri tercinta memilih gerbong paling belakang karena selain penumpangnya yang tidak terlalu rame, lagu dangdutnya pun jarang terdengar.

Untuk berangkat ke kantor kami memang selalu memilih kereta api karena lebih cepat dan murah. Yang jelas aku bukan mau promosi kereta api ya. Hehe

Aku yakin Ahok tidak hanya terkenal di gerbong ini saja tapi hampir seluruh daerah di Indonesia mungkin sudah mengenal dan membicarakannya. Sosoknya yang “berani berbeda” dengan kebanyakan pejabat membuat namanya sering menjadi santapan topik yang menarik oleh berbagai kalangan.

Pagi itu aku lebih banyak diam karena istriku lagi senang main game barunya jadi aku biarkan dia menikmatinya. Tapi yang lebih menarik perhatianku adalah obrolan antara penumpang. Aku sama sekali tidak mengenal mereka tapi beberapa dari mereka aku tahu selalu di gerbong yang sama setiap pagi. Sepanjang perjalanan mereka tidak berhenti membahas tentang pilkada DKI khususnya calon petahana, Ahok. Obrolan mereka tidaklah selalu serius karena tidak jarang mereka juga bercanda satu sama lain. Bahkan aku bisa bilang mereka hanyalah membahas kulit luarnya saja, tidak ada obrolan yang berat sampai menimbulkan perdebatan. Aku terus menyimak pembicaraan mereka yang sebagian besar aku yakin bukanlah ber-KTP DKI.

“Betapa fenomenalnya Ahok sekarang ya”, aku dan istri sepakat. Sosoknya menjadi pembicaraan dimana-mana. Seakan kalimat-kalimat tidak pernah habis membahas pribadinya atau apa yang telah dilakukannya.

Yang lebih menarik lagi pagi itu, ada satu orang yang mencoba membuat survey kecil-kecilan seandainya mereka adalah warga Jakarta, siapa yang akan mereka pilih saat pilkada nanti. Bapak ini kemudian membuat pertanyaan yang ditanyakan secara langsung kepada penumpang lainnya. Aku kemudian menjadi penasaran atas jawaban mereka. “Kepada bapak A (hanya nama samaran), seandainya bapak ber-KTP DKI siapa calon gubernur yang akan anda pilih?” yang melakukan survey mulai bertanya. “Saya pilih Ahok!” jawab yang lain lantang. Pertanyaaan yang sama masih ditanyakan kepada beberapa orang lagi. Ada yang memilih Agus. Nama Anies sama sekali tidak terdengar. Tapi ada juga yang memilih Djarot karena tidak mau memilih Ahok ataupun calon lainnya tanpa alasan yang jelas. Sontak hal itu pun menimbulkan gelak tawa di gerbong itu, tak ketinggalan aku ikut senyam-senyum. Dari survey yang dilakukan di gerbong kereta pagi itu, calon gubernur yang paling banyak dipilih adalah Ahok.

Aku masih penasaran dengan kelanjutan obrolan mereka tapi harus berakhir karena kereta tiba di stasiun Kebayoran tepat pukul 07.45. Pekerjaan sudah menunggu.

Di sini aku sama sekali bukan sedang kampanye atau promosi kereta api tapi hanya mengutarakan pengalaman dari yang aku lihat dan dengar sendiri. Tidak bisa dipungkiri Ahok memang sudah fenomenal di negeri ini karena namanya terdengar di mana-mana. Terlepas yang dilakukannya salah atau benar menurut orang-orang, yang jelas Ahok sudah terkenal. Yang terakhir, aku ber-KTP Bogor lho. Ehh


SEKIAN.

(dicopy dari artikel saya di Seword.com)

Rabu, 12 Oktober 2016

Ga Ada Lo Ga Rame Ceritanya


Pak fadli zon, wakil ketua DPR RI,

Saya sangat memahami bahwa apa yang ada  dipikiran anda akan selalu berseberangan dengan pemerintahan saat ini karena mungkin presiden anda juga Prabowo. Saya juga memahami bahwa sampai saat ini anda belum sanggup move on karena kekalahan presiden anda pada pilpres dua tahun yang lalu. Tapi saya juga memahami bahwa di dalam hati kecil anda, anda tahu apa yang dilakukan pemerintahan saat ini, yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, sedang berada di jalur yang tepat untuk pembangunan bangsa ini ke arah yang lebih baik tapi karena gengsi dan lingkungan membuat anda malu mengakuinya. Jujurlah.

Semua yang dilakukan Presiden Jokowi sepertinya anda anggap hanya sebatas pencitraan. Pencitraan dan cara kerja itu beda pak. Kalau pencitraan itu biasanya tidak akan bertahan lama. Sementara jika dilihat dari dulu, cara kerja Presiden Jokowi memang seperti itu. Jujur dan tidak dibuat-buat. Dan sekalipun itu adalah pencitraan, menurut saya tetap tidak masalah selama hal yang diucapkan sejalan dengan apa yang dilakukan.

Beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi mendatangi Kemenhub karena ada operasi tangkap tangan (OTT) terkait pungli. Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi, sebenarnya kedatangan Presiden adalah untuk melihat langsung sekaligus memperbaiki pelayanan publik di sana. Tidak bisa dipungkiri bahwa pungli seperti sudah mendarah daging bagi kebanyakan pejabat publik di negeri ini. Mereka seperti tidak pernah kenyang. Seharusnya rakyat tidak tertekan ketika berhadapan dengan pejabat pelayanan publik. Kedatangan Presiden setidaknya menunjukkan bahwa beliau serius memperbaiki pelayanan publik dan sekaligus sebagai simbol perlawanan terhadap pungli. Bukankah seorang Presiden sebagai pimpinan tertinggi memang seharusnya memastikan bahwa rakyat mendapatkan pelayanan yang baik? Dan hal itu pun anda katakan sebagai pencitraan karena kehadiran Presiden sama sekali tidak ada urgensinya.

Bagaimana bisa pungli yang sudah mendarah daging itu anda katakan tidak ada urgensinya? Saya yakin anda juga tahu kalau pungli-pungli masih banyak terjadi di pelayanan publik yang lain. Ini kan urusannya rakyat. Anda sendiri katanya wakil rakyat. Harusnya apa yang dilakukan Presiden ini anda dukung, terlepas sekalipun beliau bukan presiden anda. Janganlah anda langsung berpikiran negatif. Menurut saya hal tersebut bukan sama sekali ingin menutupi kasus yang lain. Presiden sendiri mengakui bahwa beliau mendapatkan banyak sekali laporan mengenai pelayanan publik yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, termasuk banyaknya pungli. Saya yakin suara lantang Presiden Jokowi yang mengatakan “stop pungli!” akan mampu mendobrak hati pejabat-pejabat publik yang selama ini masih suka “bermain” untuk setidaknya berpikir beberapa kali untuk melakukan pungli.

Untuk pak fadli zon, tetaplah seperti itu karena seperti bahasa sebuah iklan, “ga ada lo ga rame”.


SEKIAN.

http://nasional.kompas.com/read/2016/10/11/19281281/datangi.kemenhub.jokowi.bukan.mau.lihat.operasi.tangkap.tangan
http://nasional.kompas.com/read/2016/09/13/15101731/kehadiran.jokowi.yang.buat.publik.merasa.nyaman.dinilai.tingkatkan.kepuasan.publik
http://nasional.kompas.com/read/2016/10/11/21305101/fadli.zon.kehadiran.presiden.bikin.gagal.fokus.ini.mau.menutupi.isu.apa.